Kamis, 26 Januari 2012

Pintu Masuk

Minggu-minggu ini saya banyak memikirkan tentang pintu masuk. Sejak akhir desember lalu ketika hari terakhir sekolah anak saya, ketika selesai pembagian rapor, pintu masuk yang selama ini nyaman kami lalui masuk dan keluar, tiba-tiba di gembok tidak bisa lewat. Untung masih ada pintu lain di dekatnya yang meski harus turun baru mendaki lagi, tetap bisa kembali ke kendaraan yang terparkir di luar pintu masuk. Beredar kabar kalau penggembokan itu disebabkan perintah dari seorang nyonya besar yang marah karena pintu masuk keluarnya terhalang oleh mobil orang tua siswa. Oleh karena si nyonya besar tercantum namanya dalam kepengurusan yayasan maka sinyonya besar, dengan otoritasnya, dengan powernya itulah sehingga mampu melangkahi dan mendahului pihak sekolah dalam membuat dan menerapkan aturan.
Hari berlalu, tahun berganti, dan mulailah kembali hari sekolah. Persoalan yang muncul di tahun sebelumnya soal pintu masuk ternyata berlanjut hingga tahun berikutnya. Pintu tetap dikunci sehingga yang terjadi adalah kreatifitas dari siswa dan orang tua siswa untuk tetap masuk lewat arah yang sama meski harus menyelinap lewat pagar yang bolong, atau diatas pagar atau berkeliling dulu layaknya petualang. Bagi orang tua yang menyerah terpaksa lewat pintu utama dan harus menyerah lagi karena tidak bisa menaiki tangga yang curam dan licin dan berbahaya bagi yang menderita sakit jantung, tepat seperti cerita bu Guru, barangkali orang tua siswa tersebut dahulunya malas naik tangga sehingga sekarang sakit jantung.
Sejak pertama kali mengenal sekolah ini, harapan yang begitu besar begitu membuncah dalam dada saya untuk bertekad menyekolahkan anak saya di sekolah ini, yang tampak teduh, adem, mewah, ramah dan terutama ISLAM. Sehingga di luar perkiraan dari teman-teman saya menyekolahkan anak saya di sini, sekolah yang bermutu ini, sekolah yang bergengsi dengan sejumlah prestasi, juga status sekolah sebagai satu-satunya rintisan sekolah bertaraf internasional di wilayah makassar, bahkan mungkin sulawesi setahu saya.
Sejak pertama saya tahunya pintu masuk sekolah hanyalah satu dan satu-satunya yaitu pintu utama. Berjalan waktu saya akhirnya menemukan satu demi satu pintu masuk yang bisa dilalui. Pertama saya menemukan pintu masuk belakang lewat asrama siswa dan berhenti dilapangan bola, kemudian saya menemukan pintu lainnya melalui perumahan baru dan ternyata masuk lewat pintu utama, kemudian ternyata ada pintu masuk lain lagi yaitu melalui samping masjid, dan terakhir saya menemukan lagi pintu lainnya yaitu lewat pintu LEC.
Semua pintu-pintu tersebut seolah menegaskan sekolah ini seperti penggambaran surga yang memiliki banyak pintu masuk, sehingga setiap orang beriman sesuai kadar amalnya akan memasuki surga lewat pintu-pintu yang disediakan atau sekehendaknya sesuai timbangan amalnya.
Sekolah memang seharusnya seperti surga, surga bagi anak-anak menemukan pengajaran, menemukan keteladanan dan contoh tentang hal-hal baik agar hal-hal baik tersebut terpatri dalam karakter anak sehingga kelak menjadi orang yang berpengetahuan luas serta memiliki karakter pribadi yang baik sesuai syariah.
Jangankan sekolah, pasar saja harusnya seperti masjid, suatu ketika Rasulullah SAW berkeliling Madinah mengunjungi pasar-pasar di kota Madinah, ada pasar orang Yahudi dan kemudian Rasul mengatakan pahwa pasar kita bukan yang begini. Ada pasar orang Nasrani dan Rasul kemudian mengatakan lagi bahwa pasar kita bukan begini, kemudian Rasulullah membuat pasar baru dan mengatakan bahwa inilah pasar kita. Pasar dimana tidak ada kecurangan, pasar dimana setiap penjual dengan jujur harus menyampaikan cacat barang yang dijualnya jika ada, pasar dimana siapapun bisa menempati lokasi manapun didalam pasar dan tidak dikapling-kapling orang tertentu.
ah... pasar yang demikian hanya ada di jaman Nabi, yang sekarang ada hanyalah nama-nama yang bernuansa islam, simbol-simbol yang dikukuhkan sebagai simbol islam, tetapi didalam tunggu dulu.
aaahhhhh..... sekolah yang mendidik anak-anak menjadi generasi hebat itu hanya ada di jaman Nabi dan juga dijaman beberapa kekhalifahan. Sekolah yang ada sekarang adalah sekolah model barat, yang turun-temurun di adaptasi terus dan dikawinkan dengan simbol-simbol islam sehingga jadilah sekolah islam model barat. Sekolah yang dengan disiplin mewajibkan siswa-siswanya memiliki buku teks, mewajibkan siswanya membeli buku teks disekolah(?). Padahal Steve Jobs sendiri mengkritik model pendidikan Amerika yang masih menggunakan buku teks, anak-anak harusnya belajar sesuai karakteristik minat dan kemampuannya dan tidak dipecah-pecah dalam struktur kurikulum yang parsial. Teknologi sekarang memungkinkan semua itu berjalan.... tapi.... tunggu dulu... itu butuh biaya besar, tidak akan cukup biaya bulanan yang hanya sebesar 500rb peranak perbulan tersebut membayar semua teknologi tersebut....
kembali ke soal pintu masuk...
Tadi malam saya dapat sms, isinya pihak sekolah akan membuka kembali pintu fatimah, sehingga anak-anak yang rumahnya dekat fatimah bisa masuk lewat pintu tersebut, juga yang diantar dengan motor, tetapi ini hanya untuk anak TK dan SD, adapun anak-anak yang diantar dengan mobil harus berhenti di luar portal disamping rumah nyonya besar, tidak lagi masuk hingga ke depan pintu pagar, atau lanjut lewat pintu andalas.
Hari ini saya mengantar anak saya, dan selalu saya tanya dia mau masuk lewat pintu mana? tampaknya doktrinasi guru terhadap anak-anak untuk menyuruh mereka masuk lewat pintu utama berhasil, dia minta lewat pintu utama, kemarin juga dia bilang tuk masuk lewat pintu utama, tetapi karena duluan mendapat pintu asrama, akhirnya masuk lewat pintu asrama, 2 hari lalu rencana masuk pintu utama tetapi karena ternyata betul ada pintu LEC, maka itulah kali pertama masuk lewat LEC. 3 hari ini saya selalu sempatkan datang lihat suasana pintu Fatimah, dan masih saya saksikan pemandangan miris itu, anak-anak yang menyelinap lewat bawah pagar, orang tua yang mengangkat anaknya lewat atas pagar, atau memutar dulu turun ke bawah, melewati tangga turun ke mendawai terus naik di dekat asrama dan kembali melompati pagar kantin seterusnya hingga ke ruang kelas masing-masing.
Inilah sekolah anak saya, sekolah RSBI, bermutu, bergensi dan sejumlah prestasi membanggakan. Inilah sekolah milik yayasan calon presiden idola, yang setiap penampilannya di televisi selalu menimbulkan decak kagum, yang selalu rasional dan sederhana dalam melihat persoalan bangsa ini, yang selalu punya ide-ide besar untuk kemandirian bangsa ini, yang selalu memudahkan segala urusan tanpa mau mempersulit. Saya yakin beliau tidak akan mempersulit anak-anak dengan membatasi pintu mana mau dimasuki, beliau memiliki rasionalitas khas bangsanya, dan bertentangan dengan rasionalitas barat yang banyak ditiru dalam pengelolaan bangsa ini, termasuk sekolah, beliau tidak akan sama dengan si nyonya besar.
Yang masalah sekarang kalau beliau mau lagi mencalonkan diri menjadi presiden..... beliau masuk lewat pintu mana? pintu besar yang sulit karena mendaki, atau pintu Fatimah yang lurus dan landai? ataukah pintu belakang bersama beberapa guru dan pegawai sekolah yang terburu-buru masuk karena sudah terlambat?

Popular Posts